Jumat, 06 Juli 2012

Tanin

TANIN

A.      Pengertian Tanin
Tanin merupakan suatu substansi yang banyak dan tersebar, sehingga sering ditemukan dalam tanaman. Tanin diketahui mempunyai beberapa khasiat, yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan. Istilah tanin sendiri berasal dari bahasa Perancis, yaitutanning. Pada mulanya senyawa tannin lebih dikenal sebagai tanning substance dalam proses penyamakan kulit hewan untuk dibuat sebagai kerajinan tangan.
Struktur Tanin

Pada umumnya tanin merupakan senyawa polifenol yang memiliki berat molekul (BM) yang cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.
1.    Tanin Terhidrolisis
Tanin terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat yang dapat membentuk jembatan oksigen, sehingga dapat  dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Gallotanin merupakan salah satu contoh tanin terhidrolisis, di mana gallotanin ini merupakan senyawa berupa gabungan dari karbohidrat dan asam galat. Selain itu, contoh lainnya adalah ellagitanin (tersusun dari asam heksahidroksidifenil).
Secara singkat, apabila tanin mengalami hidrolisis, akan terbentuk fenol polihidroksi yang sederhana, misalnya piragalol, yang merupakan hasil dari terurainya asam gallat dan katekol yang merupakan hasil dari hidrolisis asam protokatekuat. Tanin terhidrolisiskan biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis, berwarna cokelat kuning yang larut dalam air (terutama air panas) membentuk larutan koloid bukan larutan sebenarnya. Makin murni tanin, makin kurang kelarutannya dalam air dan makin mudah diperoleh dalam bentuk kristal.
2.    Tanin Terkondensasi
Tanin terkondensasi biasanya tidak dapat dihidrolisis, melainkan terkondensasi di mana menghasilkan asam klorida. Tanin terkondensasi kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid. Tanin jenis ini dikenal dengan nama Proanthocyanidin yang merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungan dengan melalui C 8 dengan C4, contohnya  Sorghum procyanidin yang tersusun dari catechin dan epiccatechin.

Klasifikasi Tanin berdasarkan warna dari garam ferri (FeCl3), dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
a.    Katekol
Berwarna hijau dengan 2 gugus fenol. Misalnya : Flobatanin dan Pirokatekol. Memiliki sifat-sifat  sebagai berikut :
ü  Apabila dipanaskan akan menghasilkan katekol
ü  Apabila didihkan dengan HCl  akan menghasilkan flobapin yang berwarna merah.
ü  Apabila ditambahkan  FeCl3 akan berwarna hijau.
ü  Apabila ditambahkan larutan Br akan terbentuk endapan.
Contoh Katekol : Asam kirotamat (pada kina) dan asam katekotanat (pada gambir).
b.    Pirogalatanin (pirogalol)
Berwarna biru dengan FeCl3 dengan 3 gugus fenol. Memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
ü  Apabila dipanaskan akan terurai menjadi pirogalol.
ü  Apabila dididihkan dengan HCl akan dihasilkan Asam gallat dan Asam ellag.
ü  Apabila ditambahkan dengan FeCl3 akan berwarna biru.
ü  Apabila ditambahkan brom tidak akan terbentuk endapan.
Contoh Pirogalatanin : Gallotanin (pada gallae) dan Ellagitanin (pada Granati cortex)

B.       Distribusi Tanin
Tanin terdistribusi atau tersebar hampir pada seluruh bagian tumbuhan, seperti pada daun, batang, kulit kayu, dan buah. Distribusi tanin ini hampir  di seluruh spesies tanaman dan biasanya ditemukan pada gymnospermae dan angiospermae. Tanin  terletak di vakuola atau bagian permukaan tanaman. Bagian yang bertindak sebagai penyimpanan tetap tannin, akan aktif terhadap organisme pemangsa. Selaitu itu, penyimpanan tanin yang sifatnya sementara, dapt mempengaruhi metabolisme jaringan tanaman hidup, namun  hanya ketika setelah sel mengalami kerusakan atau kematian, sehingga tanin akan aktif untuk memberikan efek metabolik.
Tanin ditemukan di daun, tunas, biji, akar, batang dan jaringan, misalnya pada jaringan xilem dan floem, dan pada lapisan antara korteks dengan epidermis. Tanin yang ada, dapat membantu dalam pertumbuhan jaringan tersebut.

C.      Sifat-sifat Tanin
Untuk membedakan tanin dengan senyawa metabolit sekunder lainnya, dapat dilihat dari sifat-sifat dari tanin itu sendiri. Sifat-sifat tanin, antara lain :
1.        Sifat Fisika.
Sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :
Ø Apabila dilarutkan ke dalam air, tanin  akan membentuk koloid dan akan memiliki rasa asam dan sepat.
Ø Apabila dicampur dengan alkaloid dan glatin, maka  akan terbentuk endapan.
Ø Tanin tidak dapat mengkristal.
Ø Tanin dapat mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan
protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
2.        Sifat Kimia
Sifat kimia dari tanin adalah sebagai berikut :
Ø Tanin merupakan senyawa kompleks yang memiliki bentuk campuran polifenol yang Sulit untuk dipisahkan sehingga sulit membetuk kristal.
Ø  Tanin dapat diidentifikasi dengan menggunakan kromotografi
Ø Senyawa fenol yang ada pada tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic dan
pemberi warna.
3.        Sifat sebagai pengkhelat logam.
Fenol yang ada pada tanin, secara biologis dapat berguna sebagai khelat logam. Mekanisme atau proses pengkhelatan akan terjadi sesuai dengan pola subtitusi dan pH senyawa fenol itu sendiri. Hal ini biasanya terjadi pada tanin terhidrolisis, sehingga memiliki kemampuan untuk menjadi pengkhelat logam.
Khelat yang dihasilkan dari tanin ini dapat memiliki daya khelat yang kuat dan dapat membuat khlelat logam menjadi lebih stabil dan aman di dalam tubuh. Namun, dalam mengkonsumsi tanin harus sesuai dengan kadarnya, karena apabila terlalu sedikit (kadarnya rendah) tidak akan memberikan efek, namun apabila mengkonsumsi terlalu banyak (kadar tinggi) dapat mengakibatkan anemia karena zat besi yang ada dalam darah akan dikhelat oleh senyawa tanin tersebut.

D.    Metode Penetapan Kadar Tanin
Kadar tanin dapat ditetapkan dengan menggunakan berbagai macam metode. Metode yang biasanya digunakan untuk menentukan kadar tanin total adalah sebagai berikut :
1.        Metode Gravimetri
Analisis dengan menggunakan metode gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan)-nya. Reagen atau pereaksi yang ditambahkan adalah berlebih untuk menekan kelarutan endapan.
2.        Metode volumetri/permanganometri
Berdasarkan reaksi kimianya, metode volumetri dikelompokkan menjadi 4 jenis reaksi, yaitu reaksi asam-basa, reaksi redoks, reaksi pengendapan, dan reaksi pembentukan kompleks.
3.        Metode Kolorimetri
Contoh metode penetapan kadar tanin dari sebuah paper, misalnya dengan menggunakan metode kolorimetri dalam menentukan jumlah tanin total pada daun Jati Belanda, menggunakan pereaksi biru prusia. Prinsipnya yaitu reaksi reduksi senyawa besi (III) menjadi senyawa besi (II) oleh tanin membentuk warna biru-hitam selanjutnya dengan penambahan pereaksi biru prusia, akan membentuk suatu kompleks berwarna biru tinta yang dapat diukur menggunakan spektrofotometer pada daerah sinar tampak.
Reaksi yang teradi adalah sebagai berikut :
Fe 3+  +  tanin →  Fe 2+
Fe 2+  +  K3Fe(CN)6 →  3KFe[Fe(CN)6]
Kompleks yang terbentuk berwarna biru tinta.
Pada metode penentuan jumalah tanin total dengan menggunakan pereaksi biru prusia secara kolorimetri diperoleh kurva kalibrasi asam tanat dengan persamaan y = 0,2767x – 0,0386, dengan r = 0,9982.

E.       Identifikasi Senyawa Tanin
Dalam melakukan identifikasi senyawa tanin dari suatu tanaman, dapat dilakukan dengan beberapa cara. Untuk menganalisam secara kulitatif senyawa tanin, dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut :
v  Memberikan larutan FeCl3  yang berwarna biru tua / hitam kehijauan.
v  Menambahkan Kalium Ferrisianida yang ditambahkan dengan amoniak berwarna cokelat.
v  Mengendapkan dengan garam Pb, Sn, Cu, dan larutan Kalium Bikromat berwarna cokelat
 Untuk menganalisis senyawa tanin secara kuantitatif dapat diguanakan metode sebagai berikut :
v  Metode analisis berdasarkan gugus fungsinya.
v  Dengan menggunakan kromatografi, seperti HPLC dan UV-Vis.
v  Metode analisis fenol secara umum, menggunakan pereaksi blue prussian dan pereaksi Folin.
v  Metode presipitasi dengan menggunakan protein.

F.       Manfaat Tanin
Sebagai senyawa metabolit sekunder, tanin memiliki banyak manfaat dan kegunaan. Manfaat dan kegunaan tanin adalah sebagai berikut :
1.      Sebagai anti hama untuk mencegah serangga dan fungi pada tanaman.
2.      Sebagai pelindung tanaman ketika masa pertumbuhan dari bagian tertentu tanaman, misalnya pada bagian buah, saat masih muda akan terasa pahit dan sepat.
3.      Sebagai adstrigensia pada GI dan kulit.
4.      Untuk proses metabolisme dari beberapa bagian tanaman.
5.      Dapat mengendapkan protein sehingga digunakan sebagai antiseptik.
6.      Sebagai antidotum (keracunan alkaloid).
7.      Sebagai reagen pendeteksi gelatin, alkaloid, dan protein.
8.      Sebagai penyamak kulit dan pengawet.

G.    Kesimpulan
Tanin merupakan suatu substansi yang banyak dan tersebar pada tanaman. Berdasarkan strukturnya, tanin diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.
Tanin ditemukan di daun, tunas, biji, akar, batang dan jaringan, misalnya pada jaringan xilem dan floem, dan pada lapisan antara korteks dengan epidermis. Untuk membedakan tanin dengan senyawa metabolit sekunder lainnya, dapat dilihat dari sifat-sifat dari tanin itu sendiri, seperti sifat fisika, kimia, dan sebagai pengkhelat logam.
Ada beberapa metode dalam melakukan penetapan kadar tanin, metode-metode tersebut antara lain metode gravimetri, volumetri, dan kolorimetri. Tanin diketahui mempunyai beberapa khasiat, yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009, http://library.usu.ac.id/download/fp/Hutan-Iwan6.pdf, Diakses pada tanggal 7 Mei 2011

Anonim, 2009, http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-content/uploads/2009/06/8-ethanol-salak.pdf, Diakses pada tanggal 5 Mei 2011-05-09

Anonim, 2010, http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/8208106109.pdf, Diakses pada tanggal 5 Mei 2011

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, edisi keenam, 71-72 Penerbit ITB, Bandung

Sudjadi, 2010, Kimia Farmasi Analisis, 91, 122, Pustaka Pelajar, Yogyakarta


1 komentar:

  1. Sewaya tanin sebagai bahan aktif dalam proses penyamakan banyak terdapat pada berbagai tanaman khas Indonesia, sehingga sangat penting untuk diekploitasi dalam skala besar dari potensi tanaman lokal Indonesia sebagai pengganti tanin impor yang masih mendominasi pemakaiannya pada Industri perkulitan di Indonesia.

    BalasHapus