ALTRUISME NASIONALIS
A.
NILAI
HIDUP
Nilai adalah ukuran
(pada diri seseorang) tentang sesuatu (sikap, kata, situasi, dan lain-lain)
yang dapat mempengaruhi perilakunya. Nilai selalu mempunyai kaitan dengan norma
atau petunjuk-petunjuk agar mempunyai hidup serta perilaku yang baik. Hidup
merupakan seluruh aspek yang bertalian dengann manusia serta kemanusiaannya;
dalam hubungannya dengan sesame dan Ilahi. Jadi, nilai hidup merupakan
keseluruhan tampilan diri, sikap, kata, perbuatan manusia sesuai situasinya.
Dalam mempelajari ilmu
seperti halnya filsafat, ada tiga pendekatan yang berkaitan dengan kaidah moral
atau nilai-nilai hidup manusia, yaitu:
1. Pendekatan
Ontologis
Ontologi adalah cabang filsafat
yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan
ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara
ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang
berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Dalam kaitannya dengan kaidah moral
atau nilai-nilai hidup, maka dalam menetapkan objek penelaahan, kegiatan
keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia,
merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan.
2. Pendekatan
Epistemologi
Epistemologis adalah cabang
filsafat yang membahas tentang asal mula, sumber, metode, struktur dan
validitas atau kebenaran pengetahuan. Dalam kaitannya dengan ilmu, landasan
epistemologi mempertanyakan proses yang memungkikan dipelajarinya pengetahuan
yang berupa ilmu. Dalam kaitannya dengan moral atau nilai-nilai hidup manusia,
dalam proses kegiatan keilmuan, setiap upaya ilmiah harus ditujukan untuk
menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa mempunyai
kepentingan langsung tertentu dan hak hidup yang berdasarkan kekuatan
argumentasi secara individual. Jadi ilmu merupakan sikap hidup untuk mencintai
kebenaran dan membenci kebohongan.
3. Pendekatan
Aksiologi
Aksiologi adalah cabang
filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum. Sebagai landasan ilmu,
aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu
dipergunakan. Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk
kemaslahatan manusia. Dalam hal ini ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau
alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat
manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau keseimbangan alam. Untuk itu
ilmu yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal.
Komunal berarti ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik bersama, setiap
orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya. Universal berarti bahwa
ilmu tidak mempunyai konotasi ras, ideologi, atau agama.
B.
ILMU
BEBAS NILAI
Dalam artikel Menggugat
Diktum Bebas Nilai dalam Sains (2007), dikatakan bahwa memang
seringkali para ilmuwan terpengaruh oleh tradisi budaya mereka dalam menyusun
suatu ilmu. Pengaruh dari nilai luar selain nilai pengetahuan itu sendiri
memang sulit untuk dihindari. Karena setiap orang, setiap ilmuwan dan para peneliti
pun mempunyai latar belakang yang berbeda. Perbedaan latar belakang tersebut
menyangkut tradisi, nilai-nilai agama, moral, sosialisasi, ekonomi, sampai
kondisi politik masing-masing negara mereka pun berbeda. Perbedaan nilai-nilai
dalam latar belakang setiap orang itulah yang seringkali menyebabkan sangat
sulit untuk terciptanya suatu ilmu yang memang benar-benar bebas nilai.
Namun, kesulitan inilah
yang menjadi tantangan bagi setiap ilmuwan. Bagaimana mereka harus bisa
menciptakan suatu ilmu pengetahuan yang benar-benar ilmiah dan mengandung
kebenaran secara utuh. Ilmu pengetahuan itu pun juga hendaknya bersifat
universal yang dapat diakui kebenarannya di mana pun oleh semua orang. Nilai
dari ilmu itu juga hendaknya dapat berguna bagi seluruh masyarakat. Jadi ilmu
pengetahuan yang diciptakan tidak sekedar hanya dapat berlaku bagi semua pihak
saja, tapi juga harus bisa memberi manfaat bagi kehidupan manusia.
Ilmu ialah suatu bidang studi atau pengetahuan yang
sistematik untuk menerangkan suatu fenomena dengan acuan materi dan fisiknya
melalui metode ilmiah. Sedangkan pengetahuan merupakan sesuatu yang diketahui,
hal yang diketahui bisa apa saja tanpa syarat dan bisa diperoleh dengan atau
tanpa metode ilmiah (Marzoeki, 2000). Maka itu, jika pengetahuan saja, belum
tentu merupakan suatu ilmu. Suatu ilmu pengetahuan harus berdasar pada kaidah
ilmiah dan menjadi dirinya sendiri (Keraf & Dua, 2001).
Suatu ilmu pengetahuan juga dituntut untuk bebas nilai.
Maksud bebas nilai adalah suatu tuntutan yang ditujukan kepada ilmu pengetahuan
agar ilmu pengetahuan dikembangkan dengan tidak memperhatikan nilai-nilai di
luar ilmu pengetahuan (Keraf & Dua, 2001). Tuntutan dasarnya adalah agar
ilmu pengetahuan dikembangkan hanya demi ilmu pengetahuan dan tidak boleh dikembangkan
berdasarkan pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, ilmu
pengetahuan harus murni dikembangkan berdasarkan pertimbangan ilmiah.
Nilai lain di luar nilai ilmu pengetahuan
itu sendiri seperti nilai budaya, moral, agama, politik, dan sebagainya. Ilmu
pengetahuan tidak boleh berpihak atau terpengaruh oleh salah satu nilai
tersebut. Hal itu agar ilmu pengetahuan dapat berlaku di mana pun juga bagi
semua orang. Juga supaya ilmu pengetahuan mengandung kebenaran yang utuh. Dalam
artikel Menggugat Diktum Bebas Nilai dalam Sains (2007), juga
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan memiliki sifat yang netral dan universal.
Ilmu pengetahuan yang bebas nilai juga bertujuan agar ilmu
pengetahuan dapat mencapai kebenaran ilmiah yang objektif dan rasional (Keraf
& Dua, 2001). Tidak dibenarkan bila suatu ilmu pengetahuan hanya berlaku
bagi kepentingan suatu pihak tertentu. Jika demikian maka ilmu pengetahuan
tidaklah bersifat universal. Maka suatu ilmu pengetahuan yang bebas nilai
amatlah penting. Hal itu untuk mencapai tujuan akhir diciptakannya ilmu
pengetahuan. Tujuan akhir dari ilmu pengetahuan ini ialah untuk mencari dan
memberi penjelasan tentang fenomena dalam alam semesta ini, serta memberi
pemahaman kepada manusia tentang berbagai masalah dan fenomena dalam hidup
(Keraf & Dua, 2001).
Contoh kasus ilmu bebas nilai yaitu misalnya seorang ilmuwan
yang yakin berdasarkan keahlianmu, bahwa prenatal diagnosis dapat mencegah
lahirnya anak-anak cacat, dan bahwa ketika mendeteksi embrio dalam kandungan
ternyata ditemukan embrio cacad, karena itu harus digugurkan. Perhitungan
keilmuan yang bebas nilai akan mengatakan bahwa menggugurkan kandungan itu
dilakukan secara ilmiah dengan menerapkan teknologi reproduksi semata-mata demi
alasan keilmuan (objektivitas ilmu), tidak peduli nilai dalam masyarakat akan
mengatakan apa (itu bukan urusan ilmu pengetahuan). Tetapi ilmu pengetahuan
yang tidak bebas nilai (value laden) akan mengatakan bahwa ilmu pengetahuan dan
pengembangannya tidak boleh melupakan begitu saja nilai-nilai dalam masyarakat.
Mereka yang pro pada pendekatan ini akan mengatakan bahwa menggugurkan
kandungan karena alasan bayinya cacad tidak bisa dibenarkan secara etika,
apalagi agama.
Dalam praktik, ilmu pengetahuan tidak bisa bebas nilai sama
sekali. Bagaimana pun juga ilmu pengetahuan berkembang dan bertumbuh dalam
masyarakat yang memiliki nilai dan norma. Tetapi di lain pihak, ilmu
pengetahuan tidak bisa diberi beban berlebihan untuk memperhatikan selalu
nilai-nilai. Dalam filsafat ilmu, harus membedakan konteks penemuan ilmu
(context of discovery) dan konteks pembuktian ilmu (context of justification).
Dalam konteks pembuktian atau justifikasi, ilmu pengetahuan tidak bisa bebas
nilai. Sementara dalam konteks penemuan ilmu, demi alasan objektivitas, ilmu
pengetahuan tentu bisa bebas nilai.
Untuk melihat apakah ilmu bebas nilai
atau terikat nilai, maka harus dilihat dari dua aspek; pertama, etika
teleologis (tujuan ilmu), kedua, etika ontologis (hakikat ilmu). Jadi ilmu pengetahuan dalam tataran teoritis bebas nilai dalam
arti secara ontologis, kegiatan ilmiah dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa
memandang agama, etnis, ideology dan bangsa. Kecuali nilai yang boleh mengikat
adalah kebenaran/ hikmah/ kebijaksanaan. Dalam tataran praktis ilmu harus tunduk
kepada nilai-nilai universal yaitu mengabdi untuk kebenaran. Berdasarkan uraian
di atas, tidak mungkin ilmu lepas dari nilai.
Jadi,
ilmu
pengetahuan tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai hidup karena ilmu dapat berkembang dengan pesat menunjukkan
adanya proses yang tidak terpisahkan
dalam perkembangannya dengan nilai-nilai hidup. Nilai-nilai hidup harus
diimplikasikan oleh bagian-bagian praktis ilmu jika praktiknya mengandung
tujuan yang rasional. Dapat dipahami
bahwa mengingat di satu pihak objektifitas merupakan ciri mutlak ilmu, sedang dilain pihak subjek yang
mengembangkan ilmu dihadapkan pada nilai-nilai
yang ikut menentukan pemilihan atas masalah dan kesimpulan yang dibuatnya.
C.
ALTRUISME
Kata altruisme pertama kali muncul pada abad ke-19
oleh sosiologis Auguste Comte. Berasal dari kata yunani “alteri” yang berarti
orang lain. Menurut Comte, seseorang memiliki tanggung jawab moral untuk
melayani umat manusia sepenuhnya. Sehingga altruisme menjelaskan sebuah
perhatian yang tidak mementingkan diri sendiri untuk kebutuhan orang lain.
Jadi, ada tiga komponen dlm altruisme, yaitu loving others, helping
them doing their time of need, dan making sure that they are appreciated.
Menurut Baston, altruisme adalah respon yang menimbulkan positive feeling,
seperti empati. Seseorang yang altruis memiliki motivasi altruistik, keinginan
untuk selalu menolong orang lain. Motivasi altruistik tersebut muncul karena
ada alasan internal di dalam dirinya yang menimbulkan positive feeling sehingga
dapat memunculkan tindakan untuk menolong orang lain.
Alasan internal tersebut tidak akan memunculkan egoistic
motivation (egocentrism). Suatu tindakan altuistik adalah tindakan
kasih yang dalam bahasa Yunani disebut agape. Agape adalah
tindakan mengasihi atau memperlakukan sesama dengan baik semata-mata untuk
tujuan kebaikan orang itu dan tanpa dirasuki oleh kepentingan orang yang mengasihi.
Maka, tindakan altruistik pastilah selalu bersifat konstruktif, membangun, memperkembangkan
dan menumbuhkan kehidupan sesama. Suatu tindakan altruistic tidak berhenti pada
perbuatan itu sendiri, tetapi keberlanjutan tindakan itu sebagai produknya dan
bukan sebagai kebergantungan. Istilah tersebut disebut moralitas altruistik,
dimana tindakan menolong tidak sekadar mengandung kemurahan hati atau belas
kasihan, tetapi diresapi dan dijiwai oleh kesukaan memajukan sesama tanpa
pamrih. Dari hal tersebut, seseorang yg altruist dituntut memiliki tanggung
jawab dan pengorbanan yang tinggi.
Menurut Mandeville, altruisme memiliki motivasi
dengan tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan orang lain tidak mungkin terjadi
(atau hanya khayalan). Menurutnya, motivasi untuk semua hal didasari oleh egoistic.
Tujuan akhir selalu untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi “seseorang menolong
orang lain hanya untuk keuntungan dirinya”. Tetapi hal tersebut dibantah oleh
penelitian yg dilakukan oleh Baston & Ahmad, yang menyatakan bahwa
altruisme itu ada dan dapat dikembangkan dengan emphaty. Altruisme
menurut Myers adalah salah satu tindakan prososial dengan alasan kesejahteraan
orang lain tanpa ada kesadaran akan timbal-balik (imbalan).
Tiga teori yang dapat menjelaskan tentang motivasi
seseorang melakukan tingkah laku altruism adalah sebagai berikut :
1.
Social – exchange
Pada teori ini, tindakan menolong dapat dijelaskan
dengan adanya pertukaran sosial-timbal balik (imbalan-reward). Altruisme
menjelaskan bahwa imbalan-reward yang memotivasi adalah inner-reward (distress).
Contohnya adalah kepuasan untuk menolong atau keadaan yang menyulitkan (rasa
bersalah) untuk menolong.
2.
Social Norms
Alasan menolong orang lain salah satunya karena
didasari oleh ”sesuatu” yang mengatakan pada kita untuk ”harus”
menolong.”sesuatu” tersebut adalah norma sosial. Pada altruisme, norma sosial
tersebut dapat dijelaskan dengan adanya social responsibility.
Adanya tanggungjawab sosial, dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan
menolong karena dibutuhkan dan tanpa menharapkan imbalan di masa yang akan
datang.
3.
Evolutionary Psychology
Pada teori ini, dijelaskan
bahwa pokok dari kehidupan adalah mempertahankan keturunan. Tingkah laku
altruisme dapat muncul (dengan mudah) apabila ”orang lain” yang akan
disejahterakan merupakan orang yang sama (satu karakteristik). Contohnya:
seseorang menolong orang yang sama persis dengan dirinya – keluarga, tetangga,
dan sebagainya.
Dari penjelasan di atas, Myers menyimpulkan
altruisme akan dengan mudah terjadi dengan adanya :
1.
Social Responsibility, seseorang merasa memiliki tanggung jawab sosial
dgn yg terjadi di sekitarnya.
2. Distress – inner reward, kepuasaan
pribadi-tanpa ada faktor eksternal.
3. Kin Selection, ada salah satu
karakteristik dari korban yang hampir sama .
Karakteristik altruisme
Selain hal tersebut, Myer menjelaskan karakteristik
dari tingkah laku altruisme, antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Emphaty, altruisme akan terjadi dengan adanya empati
dalamdiri seseorang. Seseorang yang paling altruis merasa diri mereka
bertanggungjawab, bersifat sosial, selalu menyesuaikan diri, toleran, dapat
mengontrol diri, dan termotivasi membuat kesan yang baik.
2.
Belief on a just world, karakteristik dari tingkah laku
altruisme adalah percaya pada “a just world”, maksudnya adalah orang
yang altruis percaya bahwa dunia adalah tempat yang baik dan dapat diramalkan
bahwa yang baik selalu mendapatkan ”hadiah” dan yang buruk mendapatkan
”hukuman”. Dengan kepercayaan tersebut, seseorang dapat denga mudah menunjukkan
tingkah laku menolong (yang dapat dikategorikan sebagai ”yang baik”).
3.
Social responsibility, setiap orang bertanggungjawab terhadap
apapun yang dilakukan oleh orang lain, sehingga ketika ada seseorang yang
membutuhkan pertolongan, orang tersebut harus menolongnya.
4.
Internal LOC, karakteristik selanjutnya dari orang
yang altruis adalah mengontrol dirinya secara internal. Berbagai hal yang
dilakukannya dimotivasi oleh kontrol internal (misalnya kepuasan diri).
5.Low
egocentricm, seorang yang altruis memiliki
keegoisan yang rendah. Dia mementingkan kepentingan lain terlebih dahulu
dibandingkan kepentingan dirinya.
Indikator Tingkah Laku Altruisme
Dari penjelasan definisi altruisme tersebut, kami
menyimpulkan indikator tingkah laku seseorang yang altruis indikator tingkah
laku atruisme tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Empati. Seseorang yang altruis merasakan perasaan yang sama sesuai dengan
situasi yang terjadi.
2.
Interpretasi. Seseorang yang altruis dapat mengiterpretasikan dan sadar bahwa
suatu situasi membutuhkan pertolongan.
3.
Social responsibility. Seseorang yang altruis merasa bertanggung jawab
terhadap situasi yang ada disekitarnya.
4.
Inisiatif. Seseorang yang altruis memiliki inisiatif untuk melakukan tindakan
menolong dengan cepat dan tepat.
5.
Rela berkorban. Ada hal yang rela dikorbankan dari seseorang yang altruis untuk
melakukan tindakan menolong.
D.
ALTRUISME
– NASIONALIS
Altruisme adalah tindakan suka rela yang dilakukan oleh
seseorang atau pun kelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan
imbalan apa pun. Nasionalis adalah wujud cinta kebangsaan bernegara yang
memperjuangkan kepentingan bangsa.
Jadi,
altruisme nasionalis adalah suatu tindakan suka rela yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang yang dilakukan demi kepentingan bangsa atas dasar cinta akan
bangsa dan negaranya.
E.
CONTOH
APLIKASI TINDAKAN ALTRUISME-NASIONALIS
Film
2012
Di dalam film ini peran seorang pemimpin Negara
sangatlah penting karena bencana ini menyangkut nyawa orang banyak, dalam film
ini nampak aktor yang berperan sebagai presiden obama sangat berwibawa beliau
sama sekali tidak memikirkan dirinya tetapi memikirkan rakyatnya yang sedang
tertimpa bencana itu. Dari sini peneliti tertarik untuk meneliti sosok pemimpin
negara dalam menghadapi bencana yang ada pada film “2012”. Sikap berkorban
untuk orang lain dan lebih mementingkan kepentingan orang lain dari pada diri
sendriri adalah sikap Altruisme yang mempunyai arti bahwa seseorang itu
mempunyai jiwa kepedulian dan jiwa menolong yang tinggi hingga seseorang
tersebut rela mengorbankan dirinya untuk orang lain.
Dalam film ini
dijelaskan bahwa sikap altruisme sangat kental sekali dalam jiwa seorang
pemimpin, seorang presiden yang dituntut untuk bisa menyelamatkan rakyatnya
dari bahaya kepunahan massal yang akan terjadi harus berpikir cepat bagimana
untuk menyelamatkan rakyatnya ia pun rela mengorbankan diri karena memang hal
itu diluar kesanggupannya nilai Altruisme adalah nilai yang luhur yang berarti
lebih mengutamakan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri,
idiologi ini merupakan suatu nilai luhur yang dimiliki seorang pemimpin Negara
dalam film 2012.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, R., 1996, Arti
dan Keberadaan Nasionalisme, Dalam Analisis CSIS, http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/2529695108.pdf, Diakses pada tanggal 30 November 2011
Keraf, A. S. &
Dua, M., 2001, Ilmu Pengetahuan. Sebuah Tinjauan Filosofis, Kanisius,
Yogyakarta
Marzoeki, D., 2000,
Budaya Ilmiah dan Filsafat Ilmu, Grasindo, Jakarta
Marzoeki, D., 2007,
Menggugat Diktum Bebas Nilai dalam Sains, UGM, Yogyakarta
Richard,
M., 2009, Etika Pastoral, Kanisius,
Yogyakarta
Sumadewi,
http://www.scribd.com/doc/38829380/FILSAFAT-ILMU
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195009011981032
RAHAYU_GININTASASI/agresi_dan_altruisme.pdf
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1872677-filsafat-ilmu-sebuah-pengantar-populer/#ixzz1cLnX2sIc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar