Jumat, 06 Juli 2012

Croup

CROUP

Definisi
Croup merupakan suatu sindrom yang menyebabkan seseorang sulit bernafas, serak saat berbicara dan stridor yang menunjukkan suatu kondisi yang disebabakan oleh virus (Greenwood et.al, 2007).



EPIDEMIOLOGI
Croup sering diderita anak usia 6 bulan sampai 6 tahun. Puncak insidensi croup kurang lebih 4,6 kasus per 100 anak usia 1 sampai 2 tahun; dan kurang lebih 1,3%-5% anak penderita croup diharuskan rawat inap. Ada beberapa peneliti yang mengatakan bahwa di Amerika Serikat  croup sering diderita oleh anak usia 1-6 tahun dengan rata-rata usia 18 bulan.Puncak insidensi kurang lebih 5 kasus per 100 anak pada tahun kedua kehidupan anak. Di luar negeri penelitian-penelitian tentang  croup juga sering dilakukan, menunjukkan bahwa kasus  croup sering dijumpai di klinik ataupun di rumah sakit, namun di Indonesia tidak diproleh data yang jelas (Darmawan, 2008).

ETIOLOGI
Croup terutama disebabkan oleh parainfluenza virus tipe 1, 2, dan 3, yaitu pada kurang lebih 50-75% kasus. Malhotra dan Krilov mengisolasi parainfluenza virus pada kurang lebih 65% penderita croup. Selain parainfluenza virus, virus influenza tipe A, adenovirus, enterovirus, dan respiratory syncytial virus juga ditemukan pada penderita croup (Krilov, 2001).
Measles virus dapat menyebabkan croup berat terutama pada anak kurang dari dua tahun. Herpes simplex virus menyebabkan prolonged croup, jika dihubungkan dengan gingivostomatitis. Bakteri juga dapat ditemukan pada penderita croup, jika terjadi infeksi sekunder. Umumnya Streptococcus pyogenes, S. pneumoniae, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Setelah infeksi virus berlangsung, dapat terjadi infeksi bakteri sekunder oleh organisme yang berasal dari hidung. Pada biakan bakteri yang paling sering ditemukan yaitu  Streptococcus hemolyticus, Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, dan Pneumococcus (Rosekrans, 1998).
Patofisiologis
Adanya faktor infeksi (virus, bakteri, jamur), mekanis dan/atau alergi dapat menyebabkan terjadinya inflamasi, eritema dan edema pada laring dan trakea, sehingga mengganggu gerakan plica vocalis. Diameter saluran napas atas yang paling sempit adalah pada bagian trakea dibawah laring (subglottic trachea). Adanya spasme dan edema akan menimbulkan obstruksi saluran napas atas. Adanya obstruksi akan meningkatkan kecepatan dan turbulensi aliran udara yang lewat. Saat aliran udara ini melewati plica vocalis dan arytenoepiglottic folds, akan menggetarkan struktur tersebut sehingga akan terdengar stridor. Awalnya stridor bernada rendah (low pitched), keras dan terdengar saat inspirasi tetapi bila obstruksi semakin berat stridor akan terdengar lebih lemah, bernada tinggi (high pitched) dan terdengar juga saat ekspirasi. Edema pada plica vocalis akan mengakibatkan suara parau. Kelainan dapat berlanjut hingga mencapai brokus dan alveoli, sehingga terjadi laringotrakeobronkitis dan laringotrakeobronkopneumonitis.  Pada spasmodic croup  terjadi edema jaringan tanpa proses inflamasi. Reaksi yang terjadi terutama disebabkan oleh reaksi alergi terhadap antigen virus dan bukan akibat langsung infeksi virus (Knutson, 2004)
Epiglotis akut, merupakan keadaan yang jarang terjadi, namun keadaan ini jauh lebih berbahaya apabila dialami seseorang, penyebab croup akibat terinfeksi oleh Haemophilus influenzae tipe B. Hal ini dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak. Terdapat penyakit sistemik seperti kesulitan dalam bernafas dan pembengkakan oedematous epiglotis dapat menyebabkan adanya hambatan dalam saluran pernafasan saat bernafas secara tiba-tiba. Hal ini merupakan masalah yang membuat epiglotis akut seperti mengacam hidup seseorang (Greenwood et.al, 2007).

Manifestasi Klinik
Croup biasanya diawali dengan gejala infeksi saluran nafas atas ringan, seperti demam, pilek, dan batuk ringan.  Selanjutnya dapat terjadi obstruksi saluran nafas akibat inflamasi daerah subglotis, dengan gejala suara serak, batuk kering seperti menggonggong (croupy/barky cough), dan stridor inspirasi dengan atau tanpa demam, bahkan respiratory distress (Krilov, 2001).

Clinical Presentation
Pemeriksaan klinik dapat menemukan adanya nasofaringitis.  Meskipun croup merupakan self-limiting disease, tetapi jika udem subglotis berlanjut akan terjadi kesulitan bernafas, yang ditandai adanya stridor inspirasi. Retraksi supraklavikula, suprasternal, dan interkostal dapat juga terjadi tergantung dari derajat distres respirasinya (Rosekrans, 1998).
Pemeriksaan foto polos leher menunjukkan adanya  steeple sign, yaitu penyempitan jalan nafas di area subglotis yang terlihat pada penampakan anteroposterior. Daerah hipofarings terlihat lebih lebar pada penampakan lateral.  Namun gambaran radiologis tersebut hanya ditemukan pada 50% kasus; banyak kasus  croup yang gambaran radiologisnya dalam batas normal (Krilov, 2001).
Diagnosis Banding
Untuk menegakkan diagnosis croup perlu dipikirkan penyakit-penyakit lain sebagai diagnosis banding, seperti, epiglotitis akut, dan benda asing larings.
1.         Epiglotitis akut
Epiglottitis akut biasanya terjadi pada anak yang lebih tua daripada penderita  croup yaitu antara 3-6 tahun biasanya disebabkan oleh  H.influenzae. Gejala klinis epiglottitis akut berupa nyeri tenggorok  (sore throat), nyeri menelan  (odinofagia) yang mengakibatkan sulit menelan  (disfagia), suara berubah (muffled voice atau hot potato voice), demam sampai menggigil, dan sesak nafas karena sumbatan jalan nafas. Anak lebih suka posisi duduk, dagu lebih maju dan leher hiperekstensi untuk menjaga agar jalan nafas tetap terbuka.Kesulitan menelan yang berlebihan mengakibatkan hipersalivasi atau drooling. Sumbatan jalan nafas yang berat mengakibatkan stridor inspirasi. Pada epiglottitis akut tidak dijumpai batuk seperti menggongong (Krilov, 2001).
Dari pemeriksaan klinis didapatkan suhu tubuh meningkat, takikardi (>100x/mnt), nyeri leher (neck tenderness), dan pembesaran kelenjar limfe leher (cervical lymphadenopathy). Pada pemeriksaan laringoskopi tampak epiglottis bengkak dan berwarna merah terang (cherry-red epiglottis). Pemeriksaan radiologi foto polos soft tissue leher dengan posisi lateral biasanya menunjukkan pembengkakan epiglottis (Krilov, 2001).
2.         Benda asing larings
Aspirasi benda asing biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan - 2 tahun. Jika terdapat riwayat tersedak, batuk paroksismal dan tidak ada tanda infeksi kemungkinan benda asing di laring perlu dipikirkan. Pemeriksaan rontgen serta endoskopi akan memperjelas diagnosis.


Treatment
Pengobatan croup tergantung dari stadiumnya; bertujuan untuk mengurangi udem, melunakkan sekret, dan melancarkan jalan nafas. Prinsip utama pengobatan  croup adalah manajemen jalan nafas. Saat ini standar pengobatan croup meliputi: (1) humidifikasi, meskipun sedikit bukti bahwa pengobatan ini efektif, (2) epinefrin rasemik, dan (3) steroid (Rosekrans, 1998).
Terapi Nonfarmakologi :
Ø  Humidifikasi
Humidifikasi mempunyai efek melunakkan sekret atau mengurangi viskositas sekret sehingga lebih mudah dikeluarkan, selain itu juga mempunyai efek mengurangi inflamasi.Terdapat beberapa jenis terapi humidifikasi yaitu hot mist dan cool mist. Pada hot mist therapy dulu digunakan ketel croup (croup kettles) atau tenda croup (croup tents). Tetapi karena efek pemanasan tersebut dapat membakar wajah, anak menjadi gelisah sehingga mengakibatkan hiperventilasi dan pada akhirnya memperburuk sumbatan jalan nafas maka saat ini hot mist ditinggalkan dan beralih ke cool mist therapy (Neto, et.al., 2002)
Terapi Farmakologis :
Ø  Epinefrin rasemik
Epinefrin rasemik merupakan campuran 1:1 d-isomer dan l-isomer epinefrin. Mekanisme aksi epinefrin adalah pada reseptor a adrenergik; terbukti menyebabkan vasokonstriksi dan mengurangi udem. Pengurangan udem mukosa larings akan meningkatkan diameter jalan nafas sehingga stridor inspirasi dan retraksi akan berkurang. Mula kerja epinefrin dalam 10-30 menit, dan durasi maksimal aksi kurang lebih 2 jam. Dosis 0,5 ml larutan epinefrin rasemik 2,25% dilarutkan dalam 4,5 ml larutan salin (Rosekrans, 1998).
 Pendapat lain menganjurkan dosis 0,25-0,75 ml larutan 2,25% epinefrin rasemik dalam 2,5 ml larutan salin yang diberikan secara nebuliser selama kurang lebih 20 menit. Jika larutan epinefrin rasemik tidak tersedia dapat digunakan campuran 5 ml l-isomer epinefrin dan  larutan salin (1:100). Epinefrin rasemik baik untuk mengobati croup derajat sedang dan berat. Penderita yang telah diterapi dengan epinefrin rasemik aman untuk dipulangkan jika dalam 3 jam, tidak terdapat stridor saat istirahat, udara yang masuk normal, kesadaran baik atau jika skor croup <2.   Jika terdapat stridor persisten atau skor croup > 2, penderita harus dirawat (Rosekrans, 1998).
Ø  Kortikostreroid
Sebelum steroid digunakan secara luas untuk pengobatan croup, lebih dari 15% penderita croup harus dirawat di rumah sakit. Sejak adanya penelitian meta analisis tentang penggunaan steroid pada penanganan  croup, saat ini penggunaan steroid merupakan terapi standar. Steroid mempunyai efektifitas yang baik untuk pengobatan croup derajat ringan, sedang maupun berat. Mekanisme aksi kortikosteroid masih belum jelas; diduga sebagai antiinflamasi, sehingga menurunkan udem subglotis dan memperbaiki gejala klinik.
Penelitian meta-analisis Ausejo dkk. menyebutkan bahwa steroid efektif memperbaiki gejala croup dalam 6 - 12 jam setelah pengobatan. Dari penelitian tersebut juga didapatkan perbaikan skor  croup secara bermakna, penurunan penggunaan adrenalin sebagai terapi tambahan, dan penurunan angka perawatan di rumah sakit. Preparat yang sering dipakai untuk pengobatan  croup yaitu deksametason dan budesonid. Deksametason merupakan
steroid dengan efek antiinflamasi yang poten dan efek terapi jangka panjang karena mempunyai waktu paruh 36 sampai 54 jam. Budesonid  diberikan secara nebuliser, mempunyai efek yang lebih cepat daripada deksametason peroral yaitu kurang lebih 2 sampai 4 jam. Keuntungan lain nebuliser budesonid yaitu efek sistemik minimal, penderita lebih cepat keluar dari unit rawat darurat, dan mengurangi lamanya perawatan di rumah
sakit (Godden, et.al., 1997).
Kombinasi budesonid nebuliser dengan deksametason peroral mempunyai efek yang
lebih cepat daripada budesonid saja.
Ø  Heliox
Merupakan campuran helium dan oksigen. Helium merupakan gas dengan densitas dan viskositas rendah; dapat menurunkan tahanan aliran udara, meningkatkan aliran udara dan menurunkan kerja otot pernafasan. Kombinasi helium dengan oksigen akan meningkatkan oksigenasi darah. Pasien croup berat yang menghirup campuran gas helium dan oksigen akan menjadi nyaman dan tidak memerlukan intubasi (Krilov, 2001).


DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, A.B, 2008, Croup (Laringotrakeobronkitis), 185, Cermin Dunia Kedokteran vol.35, Jakarta
Knutson. D, Aring. A, 2004, Viral Croup. Am Fam Physician, 535, 541
Krilov L.R, 2001, Viral Croup. 5-12. Pediatric Rev
Neto, et.al., 2002, A Randomized controlled trial of mist in the acute treatment of moderate croup. 873, Acad Emerg Med
Godden, et.al., 1997, Double blind placebo controlled trial of nebulized budesonide for croup, 157, Arch Dis Child
Greenwood et.al, 2007, Antimicrobial Chemotherapy, 5th Edition, 269, Oxford University Press
Rosekrans, J.A., 1998, Viral Croup: Current Diagnosis and Treatment, 1102-1107, Mayo Clin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar