CROUP
Definisi
Croup merupakan suatu sindrom yang menyebabkan seseorang sulit
bernafas, serak saat berbicara dan stridor yang menunjukkan suatu kondisi yang
disebabakan oleh virus (Greenwood et.al, 2007).
EPIDEMIOLOGI
Croup sering diderita anak usia 6 bulan sampai 6 tahun. Puncak
insidensi croup kurang lebih 4,6
kasus per 100 anak usia 1 sampai 2 tahun; dan kurang lebih 1,3%-5% anak
penderita croup diharuskan rawat inap. Ada beberapa peneliti yang mengatakan
bahwa di Amerika Serikat croup sering
diderita oleh anak usia 1-6 tahun dengan rata-rata usia 18 bulan.Puncak
insidensi kurang lebih 5 kasus per 100 anak pada tahun kedua kehidupan anak. Di
luar negeri penelitian-penelitian tentang
croup juga sering dilakukan, menunjukkan bahwa kasus croup sering dijumpai di klinik ataupun di
rumah sakit, namun di Indonesia tidak diproleh data yang jelas (Darmawan, 2008).
ETIOLOGI
Croup terutama disebabkan oleh parainfluenza virus tipe 1, 2, dan
3, yaitu pada kurang lebih 50-75% kasus. Malhotra dan Krilov mengisolasi
parainfluenza virus pada kurang lebih 65% penderita croup. Selain parainfluenza
virus, virus influenza tipe A, adenovirus, enterovirus, dan respiratory syncytial virus juga
ditemukan pada penderita croup (Krilov, 2001).
Measles virus dapat menyebabkan croup berat terutama pada anak kurang dari
dua tahun. Herpes simplex virus menyebabkan prolonged
croup, jika dihubungkan dengan gingivostomatitis.
Bakteri juga dapat ditemukan pada penderita croup, jika terjadi infeksi sekunder.
Umumnya Streptococcus pyogenes, S. pneumoniae, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, dan Moraxella catarrhalis.
Setelah infeksi virus berlangsung, dapat terjadi infeksi bakteri sekunder oleh
organisme yang berasal dari hidung. Pada biakan bakteri yang paling sering
ditemukan yaitu Streptococcus hemolyticus,
Streptococcus viridans,
Staphylococcus aureus, dan Pneumococcus
(Rosekrans, 1998).
Patofisiologis
Adanya faktor infeksi (virus, bakteri, jamur), mekanis
dan/atau alergi dapat menyebabkan terjadinya inflamasi, eritema dan edema pada
laring dan trakea, sehingga mengganggu gerakan plica vocalis. Diameter saluran
napas atas yang paling sempit adalah pada bagian trakea dibawah laring
(subglottic trachea). Adanya spasme dan edema akan menimbulkan obstruksi
saluran napas atas. Adanya obstruksi akan meningkatkan kecepatan dan turbulensi
aliran udara yang lewat. Saat aliran udara ini melewati plica vocalis dan arytenoepiglottic folds, akan
menggetarkan struktur tersebut sehingga akan terdengar stridor. Awalnya stridor
bernada rendah (low pitched), keras dan terdengar saat inspirasi tetapi
bila obstruksi semakin berat stridor akan terdengar lebih lemah, bernada tinggi
(high pitched) dan terdengar juga saat ekspirasi. Edema pada plica
vocalis akan mengakibatkan suara parau. Kelainan dapat berlanjut hingga
mencapai brokus dan alveoli, sehingga terjadi laringotrakeobronkitis dan laringotrakeobronkopneumonitis. Pada spasmodic
croup terjadi edema
jaringan tanpa proses inflamasi. Reaksi yang terjadi terutama disebabkan oleh
reaksi alergi terhadap antigen virus dan bukan akibat langsung infeksi virus (Knutson, 2004)
Epiglotis akut,
merupakan keadaan yang jarang terjadi, namun keadaan ini jauh lebih berbahaya
apabila dialami seseorang, penyebab croup
akibat terinfeksi oleh Haemophilus
influenzae tipe B. Hal ini dapat terjadi pada orang dewasa maupun
anak-anak. Terdapat penyakit sistemik seperti kesulitan dalam bernafas dan
pembengkakan oedematous epiglotis dapat menyebabkan adanya hambatan dalam
saluran pernafasan saat bernafas secara tiba-tiba. Hal ini merupakan masalah
yang membuat epiglotis akut seperti mengacam hidup seseorang (Greenwood et.al, 2007).
Manifestasi Klinik
Croup biasanya diawali dengan gejala infeksi saluran nafas atas ringan,
seperti demam, pilek, dan batuk ringan.
Selanjutnya dapat terjadi obstruksi saluran nafas akibat inflamasi
daerah subglotis, dengan gejala suara serak, batuk kering seperti menggonggong
(croupy/barky cough), dan stridor inspirasi dengan atau tanpa
demam, bahkan respiratory distress (Krilov, 2001).
Clinical Presentation
Pemeriksaan klinik dapat menemukan adanya nasofaringitis. Meskipun croup
merupakan self-limiting disease,
tetapi jika udem subglotis berlanjut akan terjadi kesulitan bernafas, yang
ditandai adanya stridor inspirasi. Retraksi supraklavikula, suprasternal, dan
interkostal dapat juga terjadi tergantung dari derajat distres respirasinya (Rosekrans, 1998).
Pemeriksaan foto polos leher menunjukkan adanya steeple sign, yaitu penyempitan jalan nafas
di area subglotis yang terlihat pada penampakan anteroposterior. Daerah
hipofarings terlihat lebih lebar pada penampakan lateral. Namun gambaran radiologis tersebut hanya
ditemukan pada 50% kasus; banyak kasus
croup yang gambaran radiologisnya dalam batas normal (Krilov, 2001).
Diagnosis Banding
Untuk menegakkan diagnosis croup perlu dipikirkan penyakit-penyakit lain
sebagai diagnosis banding, seperti, epiglotitis akut, dan benda asing larings.
1.
Epiglotitis
akut
Epiglottitis akut biasanya terjadi pada anak yang
lebih tua daripada penderita croup yaitu
antara 3-6 tahun biasanya disebabkan oleh H.influenzae. Gejala klinis epiglottitis
akut berupa nyeri tenggorok (sore throat),
nyeri menelan (odinofagia) yang mengakibatkan
sulit menelan (disfagia), suara berubah
(muffled voice atau hot potato voice),
demam sampai menggigil, dan sesak nafas karena sumbatan jalan nafas. Anak lebih
suka posisi duduk, dagu lebih maju dan leher hiperekstensi untuk menjaga agar
jalan nafas tetap terbuka.Kesulitan menelan yang berlebihan mengakibatkan
hipersalivasi atau drooling. Sumbatan jalan nafas yang berat mengakibatkan
stridor inspirasi. Pada epiglottitis akut tidak dijumpai batuk seperti
menggongong (Krilov, 2001).
Dari pemeriksaan klinis didapatkan suhu tubuh
meningkat, takikardi (>100x/mnt), nyeri leher (neck tenderness), dan pembesaran kelenjar limfe leher (cervical lymphadenopathy). Pada
pemeriksaan laringoskopi tampak epiglottis bengkak dan berwarna merah terang (cherry-red epiglottis). Pemeriksaan
radiologi foto polos soft tissue leher dengan posisi lateral biasanya
menunjukkan pembengkakan epiglottis (Krilov,
2001).
2.
Benda
asing larings
Aspirasi benda
asing biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan - 2 tahun. Jika terdapat riwayat
tersedak, batuk paroksismal dan tidak ada tanda infeksi kemungkinan benda asing
di laring perlu dipikirkan. Pemeriksaan rontgen serta endoskopi akan
memperjelas diagnosis.
Treatment
Pengobatan croup tergantung dari
stadiumnya; bertujuan untuk mengurangi udem, melunakkan sekret, dan melancarkan
jalan nafas. Prinsip utama pengobatan
croup adalah manajemen jalan nafas. Saat ini standar pengobatan croup
meliputi: (1) humidifikasi, meskipun sedikit bukti bahwa pengobatan ini
efektif, (2) epinefrin rasemik, dan (3) steroid (Rosekrans, 1998).
Terapi Nonfarmakologi :
Ø Humidifikasi
Humidifikasi mempunyai efek melunakkan sekret atau
mengurangi viskositas sekret sehingga lebih mudah dikeluarkan, selain itu juga
mempunyai efek mengurangi inflamasi.Terdapat beberapa jenis terapi humidifikasi
yaitu hot mist dan cool mist. Pada hot mist therapy dulu digunakan ketel croup (croup kettles) atau tenda croup (croup tents). Tetapi karena efek pemanasan tersebut dapat membakar
wajah, anak menjadi gelisah sehingga mengakibatkan hiperventilasi dan pada
akhirnya memperburuk sumbatan jalan nafas maka saat ini hot mist ditinggalkan dan beralih ke cool mist therapy (Neto, et.al., 2002)
Terapi Farmakologis :
Ø Epinefrin rasemik
Epinefrin rasemik merupakan campuran 1:1 d-isomer
dan l-isomer epinefrin. Mekanisme aksi epinefrin adalah pada reseptor a
adrenergik; terbukti menyebabkan vasokonstriksi dan mengurangi udem.
Pengurangan udem mukosa larings akan meningkatkan diameter jalan nafas sehingga
stridor inspirasi dan retraksi akan berkurang. Mula kerja epinefrin dalam 10-30
menit, dan durasi maksimal aksi kurang lebih 2 jam. Dosis 0,5 ml larutan
epinefrin rasemik 2,25% dilarutkan dalam 4,5 ml larutan salin (Rosekrans, 1998).
Pendapat
lain menganjurkan dosis 0,25-0,75 ml larutan 2,25% epinefrin rasemik dalam 2,5
ml larutan salin yang diberikan secara nebuliser selama kurang lebih 20 menit.
Jika larutan epinefrin rasemik tidak tersedia dapat digunakan campuran 5 ml
l-isomer epinefrin dan larutan salin
(1:100). Epinefrin rasemik baik untuk mengobati croup derajat sedang dan berat.
Penderita yang telah diterapi dengan epinefrin rasemik aman untuk dipulangkan
jika dalam 3 jam, tidak terdapat stridor saat istirahat, udara yang masuk
normal, kesadaran baik atau jika skor croup <2. Jika terdapat stridor persisten atau skor
croup > 2, penderita harus dirawat (Rosekrans, 1998).
Ø Kortikostreroid
Sebelum
steroid digunakan secara luas untuk pengobatan croup, lebih dari 15% penderita
croup harus dirawat di rumah sakit. Sejak adanya penelitian meta analisis
tentang penggunaan steroid pada penanganan
croup, saat ini penggunaan steroid merupakan terapi standar. Steroid
mempunyai efektifitas yang baik untuk pengobatan croup derajat ringan, sedang maupun
berat. Mekanisme aksi kortikosteroid masih belum jelas; diduga sebagai
antiinflamasi, sehingga menurunkan udem subglotis dan memperbaiki gejala
klinik.
Penelitian
meta-analisis Ausejo dkk. menyebutkan bahwa steroid efektif memperbaiki gejala
croup dalam 6 - 12 jam setelah pengobatan. Dari penelitian tersebut juga
didapatkan perbaikan skor croup secara
bermakna, penurunan penggunaan adrenalin sebagai terapi tambahan, dan penurunan
angka perawatan di rumah sakit. Preparat yang sering dipakai untuk
pengobatan croup yaitu deksametason dan
budesonid. Deksametason merupakan
steroid
dengan efek antiinflamasi yang poten dan efek terapi jangka panjang karena
mempunyai waktu paruh 36 sampai 54 jam. Budesonid diberikan secara nebuliser, mempunyai efek
yang lebih cepat daripada deksametason peroral yaitu kurang lebih 2 sampai 4
jam. Keuntungan lain nebuliser budesonid yaitu efek sistemik minimal, penderita
lebih cepat keluar dari unit rawat darurat, dan mengurangi lamanya perawatan di
rumah
sakit
(Godden, et.al., 1997).
Kombinasi
budesonid nebuliser dengan deksametason peroral mempunyai efek yang
lebih cepat
daripada budesonid saja.
Ø Heliox
Merupakan
campuran helium dan oksigen. Helium merupakan gas dengan densitas dan viskositas
rendah; dapat menurunkan tahanan aliran udara, meningkatkan aliran udara dan
menurunkan kerja otot pernafasan. Kombinasi helium dengan oksigen akan
meningkatkan oksigenasi darah. Pasien croup
berat yang menghirup campuran gas helium dan oksigen akan menjadi nyaman dan
tidak memerlukan intubasi (Krilov,
2001).
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, A.B, 2008, Croup
(Laringotrakeobronkitis), 185, Cermin Dunia Kedokteran vol.35, Jakarta
Knutson. D, Aring. A, 2004, Viral Croup. Am Fam Physician, 535, 541
Krilov L.R, 2001, Viral
Croup. 5-12. Pediatric Rev
Neto, et.al., 2002, A Randomized controlled trial of mist in the acute treatment of
moderate croup. 873, Acad Emerg Med
Godden, et.al., 1997, Double blind placebo controlled trial of nebulized budesonide for croup,
157, Arch Dis Child
Greenwood et.al, 2007, Antimicrobial
Chemotherapy, 5th Edition, 269, Oxford University Press
Rosekrans, J.A., 1998,
Viral Croup: Current Diagnosis and Treatment, 1102-1107, Mayo Clin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar