Jumat, 06 Juli 2012

Farmakokinetika Klinik

FARMAKOKINETIKA KLINIK

Definisi
Farmakokinetika klinik adalah aplikasi dari prinsip-prinsip farmakokinetika pada manajemen terapi. Manajemen terapi yang dimaksudkan ini adalah aturan dosis, meliputi besar dosis (how much), frekuensi pemberian (how often), dan lama masa pemberian (how long).

Manajemen Terapi
Manajemen terapi ditentukan oleh tujuan terapi. Tujuan terapi diantaranya:
1.    Menyembuhkan, contohnya antibakteri.
2.    Meringankan gejala, contohnya obat influenza.
3.    Mencegah, contohnya multivitamin.
4.    Menghentikan keparahan, contohnya antihipertensi.
Keberhasilan tujuan terapi ini dicapai bila manajemen terapi dan obat pilihannya tepat. Kedua hal ini harus dalam range terapetik.
Latar belakang dari farmakokinetika klinik adalah variabilitas pasien; tuntutan pasien; serta regulasi dan apresiasi prediksi nilai farmakokinetika. Variabilitas pasien merupakan perbedaan karakteristik pada pasien. Yang termasuk dalam variabilitas pasien adalah dosis individu. Tuntutan pasien merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan pasien, misalnya masa lalu permasalahan terapi yi trial and error, spesialisasi ilmu kedokteran, dan bermacam-macam obat baru semakin berkembang di dunia. Yang dimaksud dengan regulasi dan apresiasi prediksi nilai farmakokinetika ini misalnya tuntutan data klinik atau sertifikat bioavaibilitas/bioekuivalen dan penghargaan terhadap prediksi nilai farmakokinetika terhadap tujuan terapi.
Bagi farmasis, aplikasi farmakokinetika klinik terletak pada riset atau uji klinik dan penentuan dosis individu. Aplikasi ini dapat dijabarkan sebagai berikut: peningkatan pengetahuan dan keterampilan farmasi klinik dalam hal peningkatan kemampuan dalam monitoring peresepan (dosis obat, frekuensi penggunaan, lama masa pemberian, nama obat yang hampir mirip, dan komposisi obat termasuk potensi interaksinya) serta pemberian informasi obat. Permasalahan dalam pemberian informasi obat yaitu dalam mengidentifikasi kerasionalan pemakaian obat (kemanjuran dan keamanan) dan menjamin penggunaan obat yang rasional dengan memperhatikan 4T1W (tepat obat, tepat pasien, tepat  aturan pakai, tepat cara pakai, serta waspada efek samping dan efek obat).

Nasib Obat dalam Tubuh
Ketika obat terabsorpsi ke dalam tubuh secara per oral, obat akan mengalami first past effect, kemudian masuk ke sirkulasi sistemik. Yang terdapat dalam sirkulasi sistemik hanya obat bebas, di mana akan berikatan dengan reseptor untuk menimbulkan efek, sedangkan obat yang lain akan berikatan dengan protein darah. Obat bebas di dalam jaringan akan berubah menjadi obat terikat dan selanjutnya akan berubah menjadi obat terikat dan akan berubah lagi dalam bentuk bebas yang akan mengalami eliminasi. Eliminasi yang terjadi ini dapat mengalami biotransformasi atau ekskresi. Obat yang mengalami biotransformasi akan keluar dari ginjal, sedangkan obat yang mengalami ekskresi akan keluar dari ginjal.
Tahap-tahap yang dilalui obat di dalam tubuh adalah sebagai berikut:
1.      Absorpsi
Adalah proses masuknya molekul obat dari tempat pemberian ke sirkulasi sistemik. Contohnya supositoria, yang diabsorpsi secara intravaskuler. Parameter absorpsi adalah ka (konstanta absorpsi) (jam-1/menit -1).
2.      Distribusi
Adalah penyebaran obat yang masuk ke sirkulasi sistemik ke seluruh tubuh. Contohnya Imipramine (obat depresi) dengan Vd = 1000, yang terdistribusi ke jaringan yang sangat dalam. Parameter distribusi adalah Vd (volume distribusi). Apabila range Vd > 40 L maka dapat terdistribusi dalam jaringan yang sangat dalam, angka Vd yang tinggi menunjukkan penyimpangan obat yang besar di dalam tubuh.
3.      Eliminasi
Adalah proses yang menyebabkan penurunan atau penghilangan konsentrasi obat dalam tubuh. Proses eliminasi dibagi menjadi 2 yaitu metabolisme dan ekskresi. Pada tahap metabolisme terjadi reaksi fase 1 dan reaksi fase 2. Reaksi fase 1 di mana obat diubah menjadi lebih polar, sedangkan pada reaksi fase 2 adanya reaksi konjugasi untuk menambah kepolaran. Proses ekskresi adalah proses pembuangan zat-zat sisa yang ada di dalam tubuh. Untuk obat yang lebih polar akan diekskresikan melalui ginjal. Parameter eliminasi adalah clearance (Cl) (L/jam), kel (jam-1), dan t ½ (jam).
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi adalah :
a.    Umur
Semakin tua umur, fungsi organ semakin turun. Pada bayi berumur 1 bulan, fungsi organ belum sempurna. Contohnya pada kasus bayi yang mengalami demam, dokter selalu memberikan paracetamol bukan ibuprofen. Hal ini dikarenakan paracetamol jalur utama biotransformasinya adalah sulfatasi, pada bayi enzim pertama yang dibentuk adalah enzim sufatasi, sedangkan pada ibuprofen jalur biotransformasinya adalah jalur glukoronidasi yang pada bayi belum ada enzim yang terbentuk untuk jalur tersebut.
b.    Genetika
Genetika mempengaruhi proses eliminasi, contohnya adalah ras tertentu seperti warna kulit, di mana perbedaan ras ini mempengaruhi tingkat eliminasi obat ( orang jepang vs orang eskimo).
c.    Sex
Sex atau gender terdapat perbedaan namun tidak bermakna.
d.    Kebiasaan merokok atau minum alkohol
Kedua kebiasaan ini dapat menyebabkan kerusakan hati dan paru-paru, jika hal ini terjadi dapat mempengaruhi proses eliminasi.
e.    Keadaan patologis organ eliminasi

Clearance (Cl) adalah volume cairan tubuh yang dibersihkan dari obat per satuan waktu (L/jam). Dengan clearance dapat diketahui regimen terapi. Clearance berbeda dengan laju eliminasi, tetapi masih saling berhubungan. Untuk obat ginjal, clearace renal paling penting.
Total body clearance merupakan tetapan dan jumlah dari clearance semua organ. Untuk menghitung Clearance total digunakan persamaan sebagai berikut :
Cltotal = Clkidney + Clsaliva + Cllungs
                                     Cltotal = 0.693 (Vd)
                                                      t 1/2 



Daftar Pustaka
Kuliah Farmakokinetika Klinik, 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar