METABOLISME
OBAT
Laju keseluruhan pembuangan obat digambarkan dengan
parameter klirens (Cl) farmakokinetik atau klirens tubuh. Organ utama untuk
metabolisme obat adalah hati, meskipun ginjal, usus, paru-paru, adrenal dan
kulit juga dapat membiotransformasi senyawa tertentu. Pada kebanyakan obat
(asam lemah atau basa lemah lipofilik), biotransformasi ke senyawa yang lebih
polar dan larut air memudahkan eliminasinya dari tubuh melalui empedu, ginjal,
atau paru-paru.
Metabolisme obat
dalam hepatosit melibatkan dua proses enzimatik utama yaitu fase I (reaksi
bukan sintesis) dan fase II (reaksi sintesis). Reaksi fase I meliputi reaksi
oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan hidroksilasi, sedangkan reaksi fase II
terutama meliputi konjugasi dengan glisin, glukoronida, atau sulfat.
Metabolisme obat pada bayi
Aktivitas metabolisme obat pada bayi lebih rendah daripada
orang dewasa. Hal ini menyebabkan laju klirens obat lambat dan waktu paruh
eliminasi obat panjang. Suatu obat mungkin saja dieliminasi dalam beberapa hari
pada dewasa tetapi memerlukan beberapa minggu untuk dieliminasi pada bayi.
Volume hepar pada bayi baru lahir ± 2 kali dibandingkan
anak usia 10 tahun. Itulah juga sebabnya kecepatan metabolisme obat paling
besar pada masa bayi hingga awal masa kanak-kanak, dan kemudian menurun mulai
anak sampai dewasa.
Luasnya metabolisme obat hati janin dapat dipengaruhi
oleh kadar ligandin hepatosit. Ligandin, atau protein Y, merupakan protein
dasar yang bertanggung jawab terhadap pengambilan substrat oleh sel yang
memetabolisme. Ligandin mengikat bilirubin dan anion organik, termasuk obat.
Meskipun kadar ligandin saat lahir rendah, nilai yang setara dengan nilai
dewasa dapat dijumpai pada umur 5-10 hari pertama pascanatal. Pada saat lahir,
kadar enzim pengoksidasi obat dalam hati janin (dikoreksi terhadap berat hati)
serupa dengan pada hati dewasa. Namun aktivitasnya turun.
Pada bayi yang baru lahir, sistem sitokrom hati P-450
monooksigenase tampak menjadi matur dengan cepat. Aktivitas metabolik setingkat
atau melebihi nilai dewasa dicapai pada usia sekitar 6 bulan. Aktivitas
dehidrogenase alkohol dapat dideteksi pada usia 2 bulan dengan kadar ≤3-4%
aktivitas dewasa. Aktivitas enzim hidrolitik tertentu, termasuk esterase darah
juga turun pada masa neonatus.
Contoh teofilin
(obat asma), teofiin dimetabolisme melalui oksidasi dan metilasi di hati
menjadi produk-produk inert yang kemudian diekskresikan melalui urin. Pada anak
sebelum pubertas, teofilin memiliki waktu paruh obat yang lebh singkat (2
sampai 10 jam, rata-rata sekitar 4 jam) dibandingkan anak yang lebih tua dan
orang dewasa (4 sampai 16 jam, rata0rata sekitar 9 jam). Sedangkan pada
neonatus dan bayi prematur mungkin memiliki waktu paruh teofilin 24 sampai 30
jam. Perbedaan dalam kecepatan pembersihan ini terutama disebabkan oleh variasi
dalam metabolisme teofilin pada hati. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas
metabolisme obat pada bayi lebih rendah daripada orang dewasa.
Metabolisme obat pada anak
Pada kelompok umur ini, yang perlu
diperhatikan adalah pemberian obat-obat yang metabolismenya dengan cara
oksidasi dan hidroksilasi (Fase I), seperti misalnya fenitoin, fenobarbital dan
teofilin. Banyak bukti klinik menunjukkan bahwa penggunaan obat-obat tersebut
pada kelompok umur 1-10 tahun memerlukan dosis terapetik yang relatif lebih
besar dari dosis dewasa. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pada periode ini
darah dibersihkan dari obat lebih cepat dan metabolisme obatpun berlangsung
cepat. Oleh sebab itu waktu paruh obat juga lebih pendek.
Metabolisme
obat pada lansia
Hepar berperan penting dalam metabolisme obat di dalam tubuh, bukan
hanya mengaktifkan obat ataupun mengakhiri aksi obat tetapi juga membantu
terbentuknya metabolit terionisasi yang lebih polar yang memungkinkan
berlangsungnya mekanisme ekskresi melalui ginjal. Kapasitas hepar untuk dapat
mealukan metabolisme obat tidak terbukti berubah dengan bertambahnya umur,
tetapi jelas terdapat penurunan aliran darah hepar yang tampaknya sangat
mempengaruhi kemampuan metabolisme obat. Seperti pada usia lanjut terjadi pula
penurunan kemampuan hepar dalam proses penyembuhan penyakit, misalnya oleh
karena virus hepatitis/alkohol. Oleh sebab itu riwayat penyakit hepar terakhir
seorang lanjut usia sangat perlu dipetimbangkan dalam pemberian obat yang
terutama dimetabolisme di hepar. Sementara itu beberapa penyakit yang sering
pula terjadi pada usia lanjut seperti misalnya kegagalan jantung kongestif,
secara menyolok dapat mengubah kemampuan hepar untuk memetabolisme obat dan
dapat pula menurunkan aliran darah hepar (Anonim, 2008)
Golongan obat
|
Nisbah penyarian (EH) (±)
|
Ikatan
protein (%)
|
Terbatasi
aliran darah
|
||
Lignokaina
Propranolol
Petidina
Pentazokuina
Propoksifen
Nortriptilina
Morfina
|
0,83
0,60 – 0,80
0,60 – 0,95
0,80
0,95
0,50
0,50 – 0,75
|
45 – 80*
93
60
–
–
95
35
|
Terbatasi
daya tampung,
Rentan
ikatan
|
||
Fenitoin
Diazepam
Tolbutamida
Warfarin
Klorpromazina
Klindamisin
Kuinidina
Digitoksin
|
0,03
0,03
0,02
0,003
0,22
0,23
0,27
0,005
|
90
98
98
99
91 – 99
94
82
97
|
Terbatasi
daya tampung,
Takrentan
ikatan
|
||
Teofilina
Heksobarbiton
Antipirina
Kloramfenikol
Tiofenton
Parasetamol
|
0,09
0,16
0,07
0,28
0,28
0,43
|
59
–
10
60
72 – 80
5*
|
Tabel 1. Penggolongan
farmakokinetika
obat yang mengalami metabolisme-intensif di hati*
* Tergantung
kadar
Terdapat
beberapa ubahan fisiologi penting yang terkait dengan keefektifan
metabolisme obat. Yakni, daya tampung (kapasitas)
enzim, alir darah ke hati, dan derajat ikatan obat-protein. Pada lansia, daya
tampung metabolisme obat di hati pada umumnya berkurang. Namun, keberagaman
hasil penelitiannya cukup tinggi.
Seperti
teringkas pada tabel 1, hari yang menua mengalami beberapa berubahan seluler:
pengurangan laju bersih metabolik (bersih hati intrinsik) yang beragam sekali
di antara individu; kehilangan masa (turun dari 2,5% bobot badan menjadi 1,6%);
pengurangan alir darah sekitar 12 – 40% pada usia 65 tahun, atau 0,3 – 1,5%
tiap tahun setelah usia 30 tahun); penurunan kadar albumin yang nyata, meskipun
protein total relatif tidak berubah (sekitar 0,4 -0,8 g/l dari usia 20 sampai
80 tahun).
Jadi,
pada lansia, dua dari tiga penentu bersih hati obat, berkurang dengan nyata.
Yakni, alir darah ke hati dan derajat pengikatan obat tertentu. Penurunan alir
darah ke hati terkait dengan berkurangnya laju curah jantung sekitas 30 – 40%.
Penurunan ini dapat menyebabkan berkurangnya keefektifan penyarian (ekstraksi)
obat oleh hati dan lebih lanjut kefektifan metabolismenya, terutama bagi obat
yang memilki nisbah (ratio) penyarian hari yang tinggi (>0,7).
Sebaliknya, bagi obat yang memiliki nisbah penyarian hati yang rendah
(<0,3), penurunan derajat ikatan protein yang nyata akan lebih dominan
mempengaruhi bersih hari atau keefektifan metabolismenya. Tabel 1 memuat
beberapa contoh obat yang keefektifan metabolismenya mungkin terpengaruh oleh
perubahan kedua ubahan fisiologi tersebut.
Penentu
bersih hati obat yang lain (bersih hati intrinsik), penurunannya di antara
individu sangat beragam. Lebih kurang hanya 5% dari sejumlah individu lansia
yang diteliti menunjukkan penurunan bersih hati intrinsik yang benar-benar
terkait dengan proses menua. Keadaan ini terutama dikacaukan oleh adanya faktor
lain, terutama faktor lingkungan (merokok) dan/atau status gizi, yang juga
mempengaruhi bersih hati intrinsik dan lebih lanjut keefektifan metabolisme
obat-obat tertentu. Terbukti beberapa peneliti menunjukkan bahwa keterpacuan
sistem enzim sitokrom P-450 mirosoma hati, menjadi kurang rentan terhadap efek
pacuan rokok. Misal, bersih hati teofilina ditemukan 55% lebih tinggi pada
individu dewasa yang merokok daripada yang tidak merokok, sedangkan pada
individu lansia yang merokok hanya 40% lebih tinggi dari pada yang tidak
merokok. Temuan ini didukung oleh adanya laporan berkurangnya angka kejadian
efek samping teofilina pada lansia yang merokok bila dibandingkan dengan yang
tidak merokok.
Ditinjau dari segi jalur mekanisme
reaksinya, penurunan keefektifan metabolisme obat nampaknya lebih banyak
terkait dengan penurunan jalur metabolisme tahap I, terutama yang dikatalis
oleh sistem enzim sitokrom P-450 mirosoma hati. Didukung oleh bukti bahwa
bersih hati fenozon, klordiazepoksida, dan teofilina berkurang pada lansia.
Meskipun demikian, seberapa besar penurunan keefektifan metabolisme tersebut
mempengaruhi kinerja farmakologi dan atau toksikologinya, sampai saat ini belum
banyak diungkapkan. Berbagai uraian di atas memperlihatkan bahwa pada lansia
kemungkinan terjadi penurunan keefektifan metabolisme obat. Namun, untuk dapat
mengevaluasi besar penurunan maupun dampak klinisnya, perlu dipertimbangkan
beberapa aspek penting. Yakni: jenis obat dan harga nisbah penyarian hatinya;
serta faktor-faktor lain seperti lingkungan, penyakit, status gizi, atau
antaraksi obat
DAFTAR PUSTAKA
http://www.farklin.com/images/multirow3f1e13c070583.pdf
Anonim, 2008a, Farmakoterapi pada Usia Lanjut, 3, Bagian Farmakologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Christina,
dkk, 2010, Farmakokinetika Obat pada Bayi,
http://yosefw.wordpress.com/2010/03/29/farmakokinetika-obat-pada-bayi/, diakses tanggal 16 Mei 2012
Donatus,
I.E., 1999, Nasib Obat Pada Diri Lanjut Usia (Lansia), Jurnal Penelitian, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Gusrukhin,
2008, Farmakoterapi pada Neonatus, Masa
Laktasi dan Anak, http://gusrukhin.files.wordpress.com/2008/08/laktasi-2.pdf,
diakses tanggal 16 Mei 2012
Nelson,
et all, 1996, Nelson Textbook of
Pediatrics, 365, Vol I, Saunders Company, Philadelphia, Pennsylvania, USA
Sacher,
R.A., 2002, Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium, 563, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar